Sabtu, 31 Desember 2011

Seandainya Saya Anggota DPD RI

Inilah yang akan saya lakukan jika saya menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).

1. Memperjelas Jatidiri DPD bagi Diri Sendiri.
Selama ini, bisa dibilang DPD mengalami krisis identitas. Bukan cuma rakyat biasa, tapi konon para petinggi negara, bahkan para anggota DPD sendiri pun, masih merasa gamang dan merasa kurang jelas akan tugas, fungsi, tanggung jawab, wewenang, peran, dan tempatnya dalam kepemimpinan nasional.
Selama ini, sesuai namanya, DPD dianggap sebagai wakil dari rakyat di daerah. Tapi tugasnya seperti tumpang-tindih dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bahkan DPD benar-benar "tertindih" oleh DPR secara pamor dan kekuasaan.
Karena itu, yang pertama-tama akan saya lakukan adalah mengonsolidasi semua teman anggota DPD dalam waktu sesingkat mungkin (tidak boleh lebih daripada satu bulan), mengemukakan masalah ini ke hadapan mereka. Kemudian menginisiasi DPD untuk melakukan pembicaraan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), DPR, dan Pemerintah, serta juga Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai wacana ini, barangkali juga merancang regulasi yang mengatur tugas, tanggung jawab, peran, dan wewenang DPD secara jauh lebih spesifik, jernih, gamblang, dan implementatif.

2. Menjelaskan Segala Hal tentang DPD kepada Rakyat.
Sebagai konstituen yang telah memilih langsung orang-orang yang mewakili daerah mereka untuk duduk di kursi DPD, rakyat memiliki semua hak untuk tahu segala sesuatu mengenai DPD. Sesungguhnya, untuk dan hanya untuk rakyat Indonesia ―khususnya yang tinggal di daerah yang diwakili masing-masing anggota DPD― sajalah lembaga dan anggota DPD bekerja dan mendedikasikan diri. Bukan untuk yang lain!
Jadi, tindakan saya yang berikutnya adalah berada bersama rakyat, terutama rakyat dari daerah yang mengutus saya menjadi wakil, lebih lama ketimbang berada di kantor DPD di Ibukota. Momen itu akan saya optimalkan untuk membuat rakyat mengerti bahwa wakil mereka ini punya kekuasaan yang cukup besar untuk memperjuangkan aspirasi mereka akan keadilan, kesejahteraan, dan kebaikan yang tinggi dan menyeluruh. Mereka juga harus paham, tugas dan tanggung jawab DPD pada umumnya, dan saya khususnya, untuk mewujudkan itu semua tidaklah main-main.

3. Bekerja dengan Lurus.
Oleh sebab itulah, saya akan terus melatih diri agar memiliki integritas yang makin lama makin tinggi. Saya ingin tetap berjalan di “jalan lurus”, yaitu jalan kebenaran, jalan integritas moral dan karakter.
Kesempatan lebih banyak berada bersama rakyat itu pastinya juga mesti saya manfaatkan sebesar-besarnya untuk memperjelas pandangan saya sendiri akan kondisi dan situasi faktual dan aktual mereka. Saya adalah bagian tak terpisahkan dari mereka. Saya sendiri juga rakyat. Maka, apa yang menjadi kerinduan rakyat, itu juga yang saya rindukan. Apa yang diderita rakyat, itu juga yang saya derita.

4. Menjadi Garam dan Terang di Lingkungan DPD dan Lembaga Lainnya.
Tapi semua itu takkan berguna, semuanya akan sia-sia, kalau saya kerjakan sendiri. Untuk itu, saya akan tularkan semangat membangun moral dan karakter yang mulia kepada rekan-rekan anggota DPD, kemudian juga kepada para kolega di Pemerintahan, DPR, MA, Komisi Yudisial (KY), MK, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan MPR. Ibarat garam yang mencegah kebusukan dan terang yang menyingkirkan kegelapan, demikian pula mental korup, etos kerja buruk, jiwa tanpa kedisiplinan, mental egoistis-egosentris, serta roh feodalistis akan kian tersingkir dari diri bangsa Indonesia! Dan itu pertama-tama harus dimulai dari pemimpinnya!

Jumat, 16 Desember 2011

Dell Inspiron N4110 Menunjang Bisnis Kakak-kakakku

Sumber: www.chip.co.id
Seminggu kemudian (setelah ceritaku dalam Dell Inspiron N4110 Menunjang Profesionalitas Kakak Iparku sebelum ini), setelah aku pulang ke rumahku sendiri, kakakku yang satu lagi, kakak laki-laki, menelepon. Dia bilang, besoknya, dia dan kakak perempuanku itu mau presentasi di tempat seorang calon nasabah untuk prospek. Mereka berdua memang agen asuransi dan saling berpartner. Kakakku itu tanya, apa aku bisa bantu cari ide, bagaimana gaya presentasi supaya menarik, apa saja yang harus dipakai supaya mereka berdua dapat lebih dipercaya, dan yang lain-lain. Pokoknya, cara apapun agar polis bisa terjual, yang penting halal. Langsung aku teringat peristiwa di rumah besar klien Kak Tom seminggu sebelumnya. “Pinjam Dell N4110-nya Kak Tom saja,” usulku. “Pasang cover-cover berwarnanya. Siapa tahu, si calon nasabah kepincut, hehe....”
Dia ragu. Kutanya jam berapa presentasinya. Dia bilang jam 10 pagi. Aku mengingat-ingat. Pada jam segitu jadwalku lowong. Kubilang, “Bagaimana kalau aku ikut? Nanti bilang saja, aku ini kalian bawa buat bantu pasang Power Point?”
Dia setuju. Besoknya, sesuai waktu yang ditentukan, kami tiba di tempat sang calon nasabah. Ternyata diadakan di kantornya. Kedua kakakku memperkenalkanku sebagai adik mereka yang sengaja mereka ajak untuk bantu menangani multimedia supaya mereka berdua bisa berfokus pada presentasi. Si Ibu calon nasabah tidak keberatan sama sekali. Langsung aku menjalankan rencanaku. Sebelumnya, tanpa sepengetahuan kedua kakakku, aku sudah pasang cover bernuansa merah keunguan dan menyiapkan cover-cover lain yang kakak iparku punya di tas laptop. Jadi, kukeluarkan laptop dengan gerakan demonstratif. Umpan awalku rupanya termakan. Sang calon nasabah langsung memandang laptop yang kuletakkan di meja seraya tersenyum simpul. Kakak perempuanku yang pertama presentasi. Kusesuaikan tampilan di layar proyektor dengan penuturan Kakak. Yang menjadi kejutan bagi kedua kakakku itu adalah background Power Point yang kuubah. Aku sengaja bergerak cepat. Sebelum layout kutampilkan, kupasang gambar yang digambar Gio sebagai background-nya, dan gambar itu kusesuaikan dengan cover yang terpasang. Ketika kakakku sedang menjelaskan, dengan gerakan yang kuusahakan setidak-kentara mungkin, aku buru-buru mengganti cover lain. Background untuk layout berikutnya juga kuganti dengan gambar Gio yang sama dengan cover yang baru kupasang. Terus begitu, sampai kakakku yang laki-laki gantian tampil, bahkan sampai seluruh presentasi selesai. Begitu kata terakhir presentasi keluar, Ibu calon nasabah itu langsung berseru sembari tersenyum lebar, “Wah! Bagus sekali, Pak Rudi, Bu Rosi! Presentasinya keren! Boleh, boleh! Saya tandatangan polisnya sekarang saja langsung. Mana, Pak?”
Kedua kakakku terbengong-bengong. Waktu mereka melihat padaku, aku nyengir-nyengir saja. Setelah si Ibu resmi menjadi nasabah dengan menandatangani lembar polis, kami bersalaman dengannya dan langsung keluar. Di selasar sampai di lift, kedua kakakku bergantian menanyaiku. “Kamu sudah planning ya? Kamu cepat banget ganti-ganti cover-nya? Sudah kamu siapin, memangnya?”
Kujelaskan semuanya. Mereka tertawa. Kakak perempuanku berujar, “Ini rekor lho! Belum pernah ada nasabah kita yang baru satu kali presentasi langsung deal. Ini yang pertama! Yang dia ambil itu UP yang paling besar lagi! Thank you, Sam!” (UP = Uang Pertanggungan)
Aku hanya terkekeh. “Makan-makan dong kita! ‘Kan komisinya juga gede tuh! Hehehe!”
Mereka terbahak-bahak.
Wuih! Kembali Dell Inspiron N4110 berjasa! Yang terakhir ini memberi sukses besar buat kedua kakakku dan membuat anggaran mereka jadi bertambah cukup besar. Dan aku juga jadinya ikut menikmati, hahaha!

Dell Inspiron N4110 Menunjang Profesionalitas Kakak Iparku

Sumber: www.chip.co.id

Besok paginya (setelah kejadian yang kuceritakan dalam Dell Inspiron N4110 Menunjang Kreativitas Keponakanku sebelum ini), jam 6.45 kakak iparku sudah pergi. Menurut kakakku, ada klien yang harus buru-buru ditangani urusannya karena siangnya hendak berangkat ke luar negeri. Sebagai konsultan pajak freelance, jam kerja kakak iparku memang tidak menentu, tergantung klien. Kira-kira setengah jam kemudian, ketika aku baru selesai mandi, kulihat ada kehebohan. Kakakku tergesa-gesa mondar-mandir sembari menginstruksikan ini-itu pada kedua pembantunya. Sejenak aku bingung, Gio belum bangun, kakak-kakaknya sudah pada ke sekolah, dan belum waktunya juga buat kakakku sendiri berangkat ke pekerjaannya, tapi kenapa rusuh seperti itu? Ketika melihatku, dia berseru, “Sam, cepat pakaian! Ikut aku!”
“Ke mana?”
“Ngantar laptop Kak Tom ke tempat kliennya nih! Barusan dia telepon, salah bawa laptop dia! Mestinya yang dia bawa yang Dell itu. Data-data kliennya ada di situ semua. Kalau dia sendiri yang pulang ngambil, sudah nggak mungkin. Sudah, cepat siap-siap sana! Temanin aku! Malas kalau sendirian, soalnya.”
Buru-buru aku masuk kamar dan bersalin. Tidak sampai sepuluh kemudian, kami sudah di mobil. Biar cepat, kakakku yang menyetir, karena dia yang tahu alamatnya dan jalan tercepat ke sana. Untung lalu-lintas belum macet. Kakakku juga ngebut. Jadi 15 menit kemudian kami sudah tiba. Sebelum kami turun, kakakku mengecek kembali apa sudah benar laptop yang dibawa. Pembantu rumah besar itu ternyata sudah menunggu, dia langsung membukakan pagar. Kakak dan aku bergegas masuk. Waktu sedang menyusuri selasar menuju ruang kantor sang klien, Kakak mengeluarkan laptop dari tas. Supaya cepat, katanya. Di depan pintu kantor, kembali sudah menunggu seorang asisten, yang langsung melongok ke dalam memberitahu bosnya, lalu membentangkan pintu lebih lebar, memberi kami jalan.
Begitu kaki kami melangkahi ambang pintu, seperti dikomandoi, aku dan kakakku refleks melihat kembali laptop di tangan kakakku itu. Dan kami spontan saling pandang. Muka kami berdua mendadak pucat.... Saking paniknya, Kakak lupa melepas lid cover art-deco biru yang semalam dipasang Gio dan tidak menyadarinya, dan aku juga sama, tidak ngeh sama sekali, jadi tidak memperingatkan!
Terlambat buat melepas. Dari antara beberapa orang yang ada di situ (semuanya berwajah tegang, bikin tidak enak hati!), wanita di seberang meja langsung menyambut. “Selamat pagi, Bu!” sapa wanita yang agaknya nyonya rumah itu. “Sorry nih diganggu. Sudah mendesak sekali sih, jam 9 saya dan Bapak sudah harus jalan ke bandara.”
“Nggak apa-apa, Bu,” kakakku menjawab, tetap kelihatan rikuh walaupun berusaha tenang. Di sofa, suaminya melotot, terutama ke arah laptopnya.
Tiba-tiba seorang bapak setengah baya berkata sambil tertawa ringan, “Wah, Pak Tom! Laptopnya gaul! Hahaha!” Tawa menggelegar.
Setelah menyerahkan laptop, Kakak dan aku segera pamitan, tak kuat malu. Dalam perjalanan pulangpun kami tidak bicara, masih panas muka rasanya. Baru kami masuk ruang tamu, HP kakakku berbunyi. Suaminya telepon. Aku masuk kamar untuk ganti pakaian. Waktu keluar, kakakku sudah selesai. Dia tertawa-tawa. Katanya, “Kata Kak Tom, dia tadi kaget dan kesal sekali lihat kita bawa laptopnya tapi cover-nya belum dilepas. Padahal dia lagi stres-stresnya, ngerasa bersalah dan nggak enak banget, kliennya lagi buru-buru, eh, dia pakai acara salah bawa laptop. Suami-isteri Bos dan staf-stafnya pada bete. Itu klien memang yang paling rese juga sih. Tapi waktu lihat laptop itu, mereka langsung pada ceria. Malah, katanya, sempat lima menit mereka ngebahas itu laptop Dell, nanya-nanya Kak Tom di mana belinya, berapa harganya. Habis itu, jadi lancar deh semuanya. ‘Kan itu laptop memang cepat jalannya. Padahal si Kak Tom juga sudah sempat ketar-ketir lagi waktu ngejelasin rincian, soalnya dia lihat indikator baterai laptop itu sudah tinggal satu strip. Untung baterai N4110 itu kuat juga lho. Sampai selesai juga masih belum ada tanda-tanda low-batt.” Kakakku kembali terkekeh.
Wah! Dell yang trendy ternyata juga bisa bikin suasana di antara kakak iparku dan klien-kliennya jadi cair! Presentasinya juga dibuat lancar karena kecepatan prosesor yang tinggi! Baterainya tahan banget lagi!

Dell Inspiron N4110 Menunjang Kreativitas Keponakanku yang Berkebutuhan Khusus

Sumber: www.chip.co.id
Beberapa bulan yang lalu, aku menginap di rumah kakakku. Waktu aku datang, keponakan laki-lakiku yang berumur 5 tahun sedang bermain-main dengan gambar-gambar. Anak itu berkebutuhan khusus, tapi kecerdasannya menonjol sekali. Kukira dia sedang mencoba menggambar dan mewarnai dengan mencontoh lembar-lembar gambar yang dipegangnya. Tapi kemudian aku kaget, lembar-lembar itu diangkatnya, lalu dipasangnya pada cover laptop papanya. Saking kagetnya, kutegur dia setengah berteriak, “Gio, kok gambarnya mau ditempel di situ? Sini, gambar lagi!”
Tapi dia seolah tidak menggubris. Dua detik berikutnya, aku lebih kaget lagi. Gambar bermotif batik dengan background merah marun itu melekat dan pas benar di cover laptop itu. Dia menengok padaku sambil nyengir. Senang dan bangga betul dia. Karena penasaran, kudekati dia dan laptop itu. Laptop itu diangkatnya sekuat tenaga dan diunjukkan padaku. Sejenak aku sampai lupa menegurnya supaya jangan angkat laptop itu supaya tidak terbanting. Waktu itu kakakku lewat. “Laptop baru nih?” tanyaku. “Iya, baru sebulan.”
Kulihat, mereknya Dell. Kemudian suami kakakku keluar dari kamar mandi. Kutanyakan juga padanya, “Ini laptop yang lid cover-nya bisa diganti-ganti ya, Kak?”
“Iya, Inspiron N4110. Bagus ‘kan?”
“Keren!” tanggapku kagum. Dia terkekeh. “Si Gio senang banget tuh! Bisa berjam-jam dia gonta-ganti itu cover,” katanya. Kakakku menyambung, “Wah, anteng dia mah kalau sudah pegang itu laptop. Itu di kamar masih ada lagi cover-cover lain. Keren-keren semua tuh! Terus-terusan si Gio bolak-balik ganti warna-warna yang lain.”
“Nggak takut rusak nih dibolak-balik pergi-datang sama Gio?” tanyaku kuatir.
“Nggak lah!” jawab kakak iparku. “Si Gio sudah kuat kok. Malah sejak beli laptop itu gerakannya kelihatan jauh lebih halus lho, nggak kasar, biasanya ‘kan anak umur segitu gerasa-gerusu, mentok sana-sini.”
“Terus juga waktu dibawa ke dokter,” kakakku menyambung, “waktu aku cerita si Gio senang ganti-ganti cover laptop, dokter bilang ‘Bagus tuh, Bu! Itu bisa bantu perkembangan kemampuan komunikasinya.’ Gitu katanya.”
“Tapi memang betul sih. Tadi ‘kan kamu lihat, dia sudah bisa kasih tunjuk ke kamu ‘kan. Sebelumnya ‘kan nggak gitu, kamu ‘kan tahu,” sambung suaminya lagi.
“Iya ya.”
“Terus juga,” kata kakakku lagi, “yang hebat, dia bisa niru gambar-gambar cover itu di laptop.”
“Maksudnya?”
“Nih!” kakak iparku menjawab sambil membuka file di laptop itu. “Lihat! Ini digambar sama Gio. Ini juga. Dan ini juga.”
Aku ternganga, tidak percaya pandanganku sendiri... Biarpun sedikit agak kasar, gambar-gambar itu betul-betul mirip bentuk, ukuran, arah garis, warna, dan gradasi warnanya dengan cover-cover yang ditirunya! “Hah?! Itu Gio yang gambar??”
Kakak dan kakak iparku tertawa. “Hebat ‘kan?” kata kakak iparku dengan bangga. “Kita juga kaget banget. Si Gio ternyata buka sendiri Corel Draw, ngutak-ngutik, terus jadi gambar-gambar itu!”
“Wow!!” aku terkagum-kagum. Luar biasa! Tak kusangka Dell N4110 bisa juga merangsang keluar kejeniusan keponakanku itu!