Minggu, 08 Januari 2012

Resolusiku untuk Tahun 2012: Berbuahkan Buku dan Menebarkan Kebajikan-Kebenaran



Aku ini penulis. Sudah sejak tahun 2009 kuputuskan untuk terjun total dalam dunia tulis-menulis. Tapi sayangnya, selama 2 tahun ini, baru 1 (satu) buku yang kurilis. Itu pun melalui penerbitan online, yang kini mulai menjadi trend bagi penulis pemula.

Tapi aku sudah memutuskan dan bertekad untuk tidak terus dan tetap menjadi penulis pemula dan amatir! Aku ini profesional! Tuhan menganugerahiku segala kelengkapan untuk menjadi penulis profesional. Kemampuanku dalam ketepatan ejaan dan tata-bahasa sangat mumpuni. Imajinasiku tajam, tidak kubiarkan terbelenggu dan tertumpulkan oleh apapun. Ketelitian dan kecermatanku hebat, tidak terlalu perlu editor manapun untuk mengoreksi tulisanku.

Namun, semua kelebihan itu tertutupi beberapa gelintir kelemahan saja. Tapi kelemahan-kelemahan itu fatal! Sifat moody, cenderung malas, suka menunda-nunda pekerjaan dan apapun. Cuma itu. Tapi semuanya mematikan!

Akan tetapi, aku mengucap syukur juga pada Tuhan! Beliau mengizinkanku sempat dikuasai semua kekurangan dan dosa itu supaya aku jangan sombong dan tetap mawas diri. Juga agar aku melatih semangat dan jiwa pejuangku ―yang selama ini sudah berpotensi di dalamku, hanya belum kumanfaatkan― untuk melawan semua itu!

Jadi, pertama, pra-resolusiku untuk tahun 2012 ini adalah mengembangkan semua kelebihanku, sembari pada saat yang sama merontokkan satu demi satu kesalahan-kesalahan dan sifat-sifat burukku.

Setelah itu, barulah aku mulai dengan resolusiku. Satu resolusi berlapis dua!

Lapisan pertama: aku ingin menulis lebih banyak, kemudian mengompilasikan tulisan-tulisan itu menjadi buku. Bukan lagi buku yang diterbitkan penerbit online, tapi yang diterbitkan penerbit berlisensi. Bahkan harus penerbit besar, kutargetkan! Kutetapkan bagi diriku sendiri limit minimal: paling sedikit, dalam tahun 2012 ini, aku harus menerbitkan 1 (satu) buku fiksi dan 1 (satu) buku non-fiksi. Paling sedikit! Tak boleh kurang!

Lapisan kedua: buku-buku itu tidak boleh sembarangan! Isinya harus benar-benar berbobot. Artinya, orang yang membacanya akan mendapat banyak manfaat. Bukan hanya hiburan belaka, tapi jauh lebih daripada itu! Buku-bukuku harus mempunyai kualitas sastra yang tinggi! Buku-buku itu juga harus sarat berisikan nilai-nilai kebajikan dan kebenaran. Solidaritas, toleransi, persaudaraan, kasih, damai, sukacita, kerendahan hati, kebaikan hati, kemurahan hati, kesalehan hidup, kegigihan dan ketekunan, penguasaan diri, dan kebajikan-kebajikan bermahkotakan kebenaran-kebenaran lainnya harus memenuhi buku-bukuku. Sehingga, setelah orang membaca bukuku, mereka akan senantiasa tergelantungi paradigma-paradigma baru, yang perlahan-lahan akan melucuti paradigma-paradigma lama mereka yang keliru. Mengapa begitu? Sebab aku yakin, perubahan ke arah kemajuan dan kebaikan, terutama di negeri dan untuk bangsa ini, takkan mungkin terjadi tanpa didahului perubahan mindset.

Perlu kutambahkan, kedua lapisan tersebut memiliki lagi 2 (dua) lapis.

Lapis pertama: untuk merealisasikan resolusiku, aku amat butuh internet! Pertama, untuk mencari bahan referensi. Kedua, untuk publikasi. Dan ketiga, untuk mengirim file tulisanku ke email penerbit.

Lapis kedua: ini ada hubungannya dengan lapis pertama. Kebajikan yang kumaksud juga meliputi semangat cinta lingkungan. Untuk itu, yang akan kulakukan adalah mengirim tulisan-tulisan pada penerbit-penerbit berkaliber sebesar mungkin yang menerima kiriman tulisan via email. Selain itu, kebajikan semangat cinta lingkungan itu juga akan kusebarluaskan dan kukampanyekan. Dan kembali, penyebarluasan dan kampanye itu memerlukan internet pula! Jadi, melalui media-media sosial seperti Facebook dan Twitter, akan terus-menerus kusebarkan imbauan kepada penerbit-penerbit dan media-media cetak besar agar mau buka hati dan diri untuk semangat cinta lingkungan ini. Maksudku, selama ini, justru penerbit-penerbit paling besar di negeri inilah yang paling tidak “cinta lingkungan”, sebab mereka hanya mau menerima naskah dalam bentuk print-out! Bayangkan! Berapa banyak kertas yang diboroskan kalau begitu? Berapa banyak pohon yang dikorbankan karenanya? Mengapa tidak memanfaatkan teknologi, yang secara langsung juga mendorong tindakan yang ramah lingkungan, yaitu internet, menerima naskah via email? Bukankah selain jauh lebih baik bagi lingkungan, juga jauh lebih praktis bagi para editor mereka sendiri, sebab dengan begitu, para editor itu bisa kapan saja menyunting naskah-naskah yang masuk dengan hanya membuka laptop dan mengoneksinya dengan internet saja?

Demikianlah resolusiku! Kedua lapisan dan kedua lapis di bawahnya lagi itu harus terwujud!

Akan kudorong dan terus kupacu diriku demi mewujud-nyatakan semua itu!

Amin!