Tiap Ramadan, umat Islam berpuasa, dan keseharian mereka diisi dengan segala macam persiapan dan pelengkap pelaksanaan puasa, seperti untuk sahur dan berbuka. Di lain pihak, umat non-Islam serta juga pihak-pihak lain, seperti pengusaha rumah makan, tempat-tempat hiburan malam, dan penjual rokok, dituntut oleh kewajiban tak tertulis untuk menghormati mereka yang berpuasa, misalnya dengan tidak makan secara terbuka, menutup etalase dan jendela tempat makan, lemari minuman, dan rak rokok dengan tirai, bahkan sampai menutup tempat usaha.
Namun, yang pernah kualami justru berbeda versi!
Beberapa tahun lalu, selagi kuliah di Universitas Padjadjaran, aku pernah menyewa sebuah kamar di suatu rumah kos yang terletak di bilangan Terusan Buah Batu, Bandung. Cukup lama aku kos di situ. Tapi kejadian yang akan kuceritakan ini secara khusus terjadi pada bulan-bulan puasa dalam kurun 1997 hingga 2002.
Pada dasarnya, kendati tidak beragama Islam, aku senang urun diri dengan teman-teman Islam-ku saat mereka berpuasa. Ketika bulan puasa pertama selama aku kos di rumah itu tiba, sejak malam sebelum hari pertama puasa aku sudah antusias mengingatkan kawan-kawan kos yang Islam untuk pergi tarawih. Dini harinya, aku juga yang lebih dulu bangun dan membangunkan mereka untuk sahur. Tak hanya itu. Aku pun malah tidak kurang sibuknya membantu mereka menyiapkan hidangan sahur, juga pergi subuh-subuh bersama beberapa rekan pria ke kios dekat rumah untuk membeli kopi dan rokok. Begitu pula saat magrib hampir tiba. Kembali aku juga bersemangat ikut serta memikirkan dan pergi membeli tajil dan makanan pembuka puasa.
Setelah beberapa hari, teman-teman kosku yang lain yang juga beragama non-Islam mulai ikut terpengaruh juga. Mereka pun ikut-ikutan bersemangat seperti aku, bangun tengah malam untuk ikut sahur, kemudian sorenya ikut pula berbuka.
Itu terjadi tiap-tiap hari selama sebulan puasa penuh! (Tentu saja, dipotong beberapa hari terakhir bulan puasa, mengingat sudah banyak dari kami yang mudik lebaran.)
Ramadan tahun berikutnya, berhubung formasi di tempat kos kami tidak banyak berubah, penghuninya hampir seluruhnya masih orang-orang yang itu-itu juga, hal itu berulang. Pun tahun berikutnya.
Alhasil, perbuatan kami, anak-anak kos yang non-Islam, dalam membantu dan memotivasi rekan-rekan Islam kami agar dapat berpuasa dengan khusyuk dan lancar itu pun menjadi tradisi di rumah kos tersebut, sehingga, di tahun-tahun berikutnya, saat penghuni kos sudah sebagian besar berganti orang pun, budaya tersebut tetap berjalan!
Tapi ada satu hal lagi yang membuatnya menjadi menarik. Anak-anak kos yang Islam pun merespon!
Sebagaimana lazimnya, selama bulan puasa banyak tempat makan yang tutup, istimewanya pada minggu pertama. Tidak bisa dipungkiri, kami yang tidak berpuasa merasa kesulitan juga manakala saat siang hari sepulang kuliah atau pada jam istirahat kantor kami kelaparan namun susah mencari makanan. Untungnya, anak-anak kos yang berstatus sebagai ibu rumah tangga atau yang punya usaha sendiri, sehingga hampir tiap siang stand by di rumah, memberikan solusi dengan menawarkan jasa untuk memasak bagi kami. Atau, berhubung mereka punya waktu luang banyak, selagi kami di kampus atau di kantor, mereka mencarikan tempat-tempat makan yang tetap buka untuk membelikan kami nasi, sayur, dan lauk untuk kami makan siang.
Dan perbuatan itu menjadi tradisi tahunan pula di kos kami!
Budaya itu jelas sangat mengeratkan hubungan batin di antara kami semua. Bilamana kami sedang kumpul-kumpul di hari-hari di luar bulan Ramadan, kami suka tertawa-tawa mengenang saat-saat itu. Sebab, memang kocak juga: yang non-Islam justru yang lebih sering bangun lebih pagi lalu membangunkan mereka yang berpuasa untuk sahur, juga yang justru lebih antusias menyiapkan hidangan sahur serta membeli tajil dan makanan buka puasa; tapi di sisi berbeda, yang Islam-lah yang justru “sangat cerewet” mengingatkan anak-anak yang tidak beragama Islam agar tidak lupa makan siang, minum obat, atau hal-hal seperti itu, dan juga yang justru lebih getol cari makanan di siang hari!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar