Bila mendengar kata 'polisi', biasanya yang terbayang dalam
benak kita adalah sosok pria/wanita bertopi, berseragam coklat, bertampang
sangar, bersuara galak, dan cenderung gampang disogok di jalan. Tak heran,
citra buruk melekat pada diri polisi, khususnya polisi lalu lintas.
Namun, saya pernah bertemu seorang polisi lalu lintas yang
beda dari yang lain. Selera humor, kearifan, dan kebaikan hatinya memberikan
kesan bagi saya bahwa tidak semua polisi buruk. Ini terjadi pada suatu pagi di
bulan Juni 1996, ketika saya baru duduk di tahun pertama Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran, Bandung. Waktu itu, saya sedang membawa mobil pacar
saya. Dia sedang dirawat di R.S. St. Borromeus. Mobil itu ia titipkan untuk
ditaruh di rumah kos saya.
Sepulang menjenguknya di rumah sakit, mobil saya bawa pulang
ke kos saya di bilangan Pasteur. Sesampai di perempatan Cipaganti dan Eyckman,
lampu merah menyala. Saya berada di belakang dua mobil lain pada lajur kiri,
hendak membelok ke Eyckman.
Ketika itu, tiba-tiba saya teringat pada lembar tugas
kelompok yang sudah selesai saya kerjakan dan ingin saya serahkan pada teman
yang sore itu akan mengambilnya di kos saya untuk diketik. Tadi pagi saya
mengerjakannya di kamar inap pacar sambil menungguinya. Masalahnya, saya lupa
apakah lembar itu sudah saya masukkan ke tas atau belum!
Waktu itu, handphone
masih merupakan barang mewah yang teramat mahal dan terbilang langka, hanya
orang-orang kaya yang mempunyainya. Jadi, karena saya dan pacar saya saat itu belum
mumpuni untuk memiliki handphone, saya
tidak bisa menghubunginya, baik telepon langsung maupun S.M.S., untuk
menanyakan apakah lembar itu tertinggal di kamarnya atau tidak. Maka, mulailah
saya sibuk membuka tas dan mencarinya. Jadinya tidak sadar bahwa lampu telah
berganti hijau. Untung waktu itu jalanan kota Bandung masih sangat lengang dan
lancar, tidak seperti sekarang. Di tengah kesibukan itu, tahu-tahu saya
mendengar kaca sebelah kiri diketuk. Saya menengok. "Selamat siang,
Dik!" seorang polisi berwajah ramah menyapa dengan sopan. Saat itu saya
sadar, mobil-mobil di depan sudah tidak ada! Sementara lampu kembali merah.
Menyadari kesilapan saya, dengan gugup saya buka kaca lalu
berusaha menjelaskan pada Pak Polisi itu duduk permasalahannya. Mendengar itu, dengan
mata berkilat jenaka si polisi berkata, "Oh, saya kira Adik merasa
warnanya belum ada yang cocok." (Maksudnya warna lampu lalu lintas). Dia
terbahak. Saya pun ikut tertawa getir dan miring karena malu. Lampu kembali
hijau. Beliau menyilakan saya jalan terus. Saya pun mengucapkan terima kasih
dengan lega sambil berlalu.
4 komentar:
...ghiahahaaha....lucu bang.
Enak kalau ketemu polisi kayak gitu.
Jarang-jarang polisi yang baik hati begitu pak, biasanya langsung disodorkan pilihan, mau sidang atau damai saja ..he.he..he.. salam kenal pak, mampir juga dan jadi teman di blog saya. Salam Indonesia
Baca juga tulisan saya mengenai disabilitas dan pandangan masyarakat:
"Disabilitas dan Pandangan Masyarakat Mengenainya" (http://samueledward.blogdetik.com/disabilitas-dan-pandangan-masyarakat-mengenainya/)
silakan baca juga artikel saya tentang ultrabook terbaru :)
Posting Komentar