Selasa, 15 Februari 2011

Mengapa Tiada yang Hargai dan Hiraukanku Lagi?



Beat Blog Writing Contest

Sejak dulu aku merelakan diri, semua demi kehidupan di bumi Tuhan. Tugasku tak pernah sedikit jua kulalaikan. “Mengantar hidup adalah takdirmu, wahai air!” begitulah titah Sang Mahakuasa padaku. Dan tidak sedetik, bahkan tak sesaat pun, aku tidak setia pada takdir yang ditetapkan-Nya.
Namun di sepanjang sejarah kalian juga aku pilu! Aku menangis, tak ada yang mengerti aku. Tumbuhan menyesapku puas-puas. Fauna meminumku, memakaiku seperti tempat buang kotoran juga. Dan kalian, umat manusia, pada kalianlah kasihku terlampau meluap. Di udara kalian aku bertengger. Di tanah kalian dan di daratan kalian: tempat mana yang tidak kuhadiri? Bahkan gurun kalian sekalipun kubasahi, kendati memang kuakui, agak jarang kalian mendapatiku di sana. Tapi tidakkah oasis mereka bicara lantang tentang kunjunganku yang sekali-sekali namun berarti itu? Di laut dan samudera, jangan tanya lagi: seluas mata kalian dapat memandang, bukankah yang kaulihat hanya aku dan aku saja?
Tapi kini, malah semenjak dulu-dulu pun, tiap tetesku tak digubris dengan penghargaan. Sampahmu, manusia, memenuhi rentanganku di sungai, mengotori bentanganku di parit, menajiskan hamparanku di laut juga malahan! Minyakmu dengan seenaknya kaubiarkan tercecer di tubuhku. Keberadaanku di tanah kauboros-boroskan sesuka-sukamu, padahal bagianku di tanah itulah sumber terpenting dan terutama untuk memenuhi kebutuhan hidupmu akan aku.

Sungguh kejam kamu semua, manusia! Takkan kusalahkan binatang, mereka toh tak punya akal budi seperti kalian yang cukup mumpuni untuk melestarikanku. Tudinganku juga tak mungkin kuarahkan bagi keluarga tetumbuhan, bukan? Sekiranya ada yang bisa dan layak kupuji, merekalah itu, sebab tanpa mereka mau, tanpa mereka sengaja, mereka sudah berjasa besar melestarikanku di bumi darat kalian. Tapi bahkan mereka juga kalian rusak. Dengan demikian, tabungan mereka akan diriku pada akar mereka pun kalian hambur-hamburkan.

Ya, aku, sang air, sekarang mengadukan kalian kepada Pencipta kita! Dari sejak dulu-dulu juga sudah berkali-kali kuajukan keluhan pada-Nya. Ia izinkanku membalaskan perlakuan kalian padaku. Dan itu sudah kulakukan, bukan untuk membinasakan kalian, manusia, bukan! Tapi aku sekadar ingin unjuk diri, cuma sedikit saja bersuara, agar kalian lebih menghargaiku, manusia! Bukan untuk kepentinganku. Tidak! Tak ada sedikit jua keuntunganku kalau kalian menghargaiku dan memperlakukanku dengan baik. Aku tidak gila hormat: untuk apa juga bagiku kamu hormat-hormati? Tidak, manusia, tidak! Harus kausadari, itu semua semata-mata demi kepentingan kalian sendiri, untuk kebaikan dan kesejahteraan hidupmu sendiri. Sakit hatiku bukan karena aku dirugikan, bukan karena aku merasa terhina. Perasaanku tersiksa justru karena melihat penderitaan kalian sendiri, wahai umat manusia, oleh sebab menyaksikan miris kebodohan kalian sendiri. Sudah begitu, yang lebih kusesali lagi adalah bertambahnya bodohmu dengan menyalahkanku akan bencana yang menimpa kalian. Padahal, bencana itu kalian sendiri yang buat, buah perbuatan tololmu belaka!


Tapi yang sudah, ya sudahlah, biarlah berlalu! Sekarang, yang mesti dan penting adalah keinsafan kalian. Kamu semua, oh umat manusia, harus “bertobat”. Ya, kalian semua, masing-masing, tanpa kecuali! Untuk itulah aku mau mengimbau kalian, memberi saran berhikmat bagi kalian bagaimana memperlakukanku sebagaimana mestinya, secara benar, sungguh-sungguh benar. Maka, dengarkanlah aku, dan kalian akan rasakan sendiri manfaatnya.

Bagaimana bila kita mulai dari hal paling sederhana, manusia, dari urusan sehari-harimu yang paling sepele? Baik. Kita urus pemakaianmu sehari-hari. Pastinya kalian sudah tahu, membiarkan keran dan wadah penampunganmu bocor adalah pemborosan diriku. Kamu masing-masing, aku yakin, sadar bahwa tetesanku yang kalian biarkan itu lama-kelamaan akan menjadi menumpuk, jumlahnya membesar. Tapi, apakah yang sudah kamu semua tahu itu sudah betul-betul kalian laksanakan? Belum tentu. Kualami sendiri, betapa kau lalai mencegahku untuk terus menetes dari lubang kebocoran. Sekecil apa pun, lekas perbaiki kebocoran itu, manusia, di mana pun kebocoran itu terjadi. Ini harus kuingatkan meski kalian sudah tahu.

Masih tentang pemakaianmu sehari-hari akan aku, ada satu hal yang belum semua kalian pahami. Ada sebagian yang sudah tahu, tapi jauh lebih besar lagi dari kamu yang belum mengerti. Yang kumaksudkan adalah pengaturan aliranku. Saat kalian mengocorkanku lewat keran, atau dengan klep pada selang untuk menyirami tanaman dan mencuci kendaraanmu, jangan buka terlalu besar, apalagi sampai terbuka penuh, tapi juga jangan terlampau kecil. Kalau terlalu besar atau sampai mentok maksimal, percikanku yang keluar akan terbuang mubazir, tidak efisien. Sebaliknya, kalau kurang besar, malah jadi tidak efektif. Sabun dan kotoran, serta bagian-bagian yang hendak kalian basahi itu, akan lama bersihnya dan terkena paparanku. Akibatnya, kalian harus lebih lama mengocorkanku, sehingga akhirnya malah jumlahku yang keluar jadi lebih banyak. Oleh sebab itu, manusia, bukalah keran dan klep selang kalian kira-kira tiga-perempat penuh. Maka aliranku yang keluar akan optimal untuk membersihkan dan menyapu semua lapang siram.

Satu lagi mengenai caramu menggunakanku. Amat jarang dari antara kalian yang melakukannya. Tapi uji saja, maka kau akan lihat bahwa saranku ini benar. Yaitu, di bawah tiap wastafel kalian, tempatkan wadah penampung, supaya bagian diriku bekas kalian cuci tangan, piring, sayur, daging, ikan, dan sebagainya itu tidak lari ke lubang pembuangan. Untuk apa? tanya kalian pastinya. Sederhana: untuk dipakai lagi. Apa? Air bekas cucian dipakai lagi? lanjutmu, tambah penasaran. Ya! Pilahlah: bagian diriku sehabis kalian pakai untuk mencuci apapun yang mengandung sabun dan/atau mencuci barang-barang selain bahan organik/bahan makanan boleh kalian satukan dalam satu wadah, tapi bagian diriku sehabis kalian pakai untuk mencuci bahan-bahan makanan jangan kalian satukan dengan yang tadi, melainkan harus kausendirikan. Bagian diriku yang pertama tadi, yang mengandung sabun, detergen, dan/atau bekas membasuh bahan anorganik, dapat kalian manfaatkan untuk menyiram lantai garasi atau lantai pelataran untuk mobil sebelum kalian sikat. Sedangkan bagian diriku yang kedua, yang bekas dipakai mencuci bahan makanan/organik, kalian bisa pakai untuk menyiram tanaman di halaman rumahmu. Hitung saja sendiri, berapa cadanganku dalam tanah yang akan kauhemat dengan cara itu dalam sebulan, setahun, dua tahun, apalagi seterusnya! Kalian tak perlu keluarkan bagianku yang masih bersih dari keran lagi untuk menyiram jalan atau pelataran tempat mobil atau lantai garasi, juga untuk menyiram tanaman hias kalian. Lagipula, dengan menyiramkan bagianku yang telah menyentuh zat-zat makanan/organik pada tanaman, tanaman itu akan tumbuh lebih subur, karena selain memperoleh diriku, mereka juga memperoleh zat makanan yang mereka butuhkan pula untuk hidup dan bertumbuh.

Pada tahap kedua, aku ingin menasehati kalian: jagalah cadangan keberadaanku yang ada dalam tanah, sebagaimana tadi kusinggung. Bagianku dalam tanah itu bukan hanya esensial bagi kalian saja, tapi juga untuk semua makhluk hidup. Tentu, ini sangat berkaitan dengan pola perilaku kalian pada poin pertamaku tadi, yaitu soal pemakaianmu sehari-hari akan aku. Makin hemat pemakaian sehari-hari kalian, makin terhemat juga cadanganku di tanah. Selain itu, cara yang bisa kalian lakukan adalah dengan memperlakukan tumbuh-tumbuhan dengan hormat juga, seperti tadi kukatakan. Merekalah yang Tuhan kita tugaskan untuk mengalirkanku ke tanah, serta untuk menyimpan dan menahanku di sana. Dan pula, jangan cemarkan cadanganku di tanah itu. Semakin luas cakupan pencemaran pada diriku, akan semakin besar bagianku yang tidak dapat kalian manfaatkan atau malah berbahaya untuk kalian, jadi semakin sedikit juga bagianku yang berguna bagimu. Tambah lagi, kalau kalian menebangi hutan, tak ada yang melindungi tanah dari hujanku, apalagi yang deras. Buntutnya, terjadi erosi, tanah longsor, dan banjir bandang. Selain bagianku di tanah, bagian diriku yang menjadi daerah aliran sungai juga bukanlah tempat sampah! Di samping akan mengubah sifatku menjadi beracun bagi kalian untuk dikonsumsi, aliranku pun akan terhambat. Efeknya, volumeku akan menumpuk cepat dalam satu titik. Dan itulah yang menjadi banjir bagi kalian.

Itu semua tentu kalian sudah mengerti, jadi aku hanya mengingatkannya pada kalian. Cuma, aku ingin juga menambahkan satu lagi. Sering kalian rancu, manusia, membedakan antara aku, air secara keseluruhan, dengan bagian-bagianku di lokasi-lokasi tertentu. Ketika kamu kehabisan cadanganku di tanah, istilah yang kalian pakai adalah “kehabisan air”. Itu kurang tepat. Yang benar ialah “kehabisan cadangan air tanah”. Mengapa? Karena keseluruhan jumlahku di alam ini tidak bisa berkurang dan tidak dapat ditambah lagi, manusia. Ilmuwan kalian menyebut hakekatku ini sebagai “daur hidrologik”. Aku memang akan berpindah tempat, juga beralih fungsi dan sifat, tapi takkan berubah dalam hal jumlah. Kenapa kusebut hal ini? Karena ini sangat penting. Jika bagianku tidak lagi menjadi air tanah yang dapat kalian manfaatkan, maka bagian itu akan berubah sifat, entah menjadi air limbah, air kotor, air buangan, bahkan banjir. Semuanya tentu tidak dapat kalian gunakan, malah menjadi bencana buatmu. Jadi, kalian lihat, salah satu cara mengurangi bencana yang menimpa kalian yang berkaitan denganku adalah dengan memperbanyak cadanganku di tanah.

Perlu kutambahkan satu persoalan menyangkut keberadaanku yang tak bisa berkurang dan tak bisa ditambah lagi itu. Kalian, manusia, mengistilahkan suatu fenomena alam yang selama ini sudah mulai mengancam dengan nama “Global Warming”, Pemanasan Global. Dampak terburuk yang kalian semua prediksi itu tepat: es di kutub utara dan selatan bumi akan mencair, menyebabkan volume laut meningkat, sehingga pulau-pulau dan daratanmu, terutama yang berada pada titik yang rendah, terancam tenggelam. Cuma saja, perlu ada yang kukoreksi. Bukan “volume air laut”, volumeku di lautan, yang meningkat. Tapi volume perubahan wujudku yang bertambah. Sebab, es-es itu sebenarnya masih diriku juga. Mereka tidak mungkin mencair menjadi diriku kalau sebelumnya bukan diriku. Sebagaimana kalian tahu, bila saja kalian mau ingat-ingat lagi pelajaran IPA yang kalian dapat di SD dulu, aku ini punya tiga wujud: cair (air), padat (es), dan gas (uap air), bukan? Maka dari itu, demi kebaikan kalian sendiri, jangan utak-atik wujudku, yang memang sudah pas sekali untuk keseimbangan ekosistem dan alam, dengan menambah suhu bumi oleh pemakaian bahan bakar dan bahan kimia apapun (terutama CFC/freon) yang bisa melubangi lapisan ozon di atmosfer bumi kita ini, serta mengeluarkan gas karbondioksida (CO2) yang dapat menyebabkan “Green House Effect”, Efek Rumah Kaca. Karena perubahan wujudku secara besar-besaran akibat ulah kalian itu mengancam eksistensi kamu sendiri, manusia!

Kini, kita beranjak ke hal selanjutnya. Seperti sudah kukatakan tadi, sudah banyak tumpahan minyak kaubiarkan mencemari bagian diriku di laut. Dan itu sering kalian abaikan. Barangkali karena kalian pikir hal itu takkan mempengaruhi kalian secara buruk. Kalian salah, manusia. Sebagai satu-satunya ciptaan yang Tuhan berikan wewenang untuk mengelola alam, kalian seharusnya bertanggung-jawab atas hidup makhluk hidup lain. Sebab, selain tidak bertanggung-jawab dan semena-mena, tindakan kalian itu akhirnya akan berdampak buruk pada kalian sendiri. Kalau ikan-ikan dan makhluk-makhluk laut mati, kalian yang bernafkah sebagai nelayan akan merugi. Kala itu terjadi, efeknya secara ekonomis akan menyebar luas di antara kalian. Di sisi lain, bila ada ikan yang masih hidup tapi sudah tercemar tumpahan minyak, lalu ikan itu ditangkap dan dijual, kalian yang mengonsumsinya akan ikut teracuni. Ada di antara kalian yang berkata: “Biar saja! Aku toh tidak hidup dekat laut, jadi jarang makan ikan dan hewan-hewan laut lain”. Atau juga berpikir: “Masa bodoh! Aku tidak suka makanan laut. Apa akibatnya padaku kalau ikan-ikan tercemar?”. Kukatakan saja, manusia, pemikiran itu sangat bodoh! Belajarlah sedikit, maulah bersusah-susah sedikit mencari info, maka kalian akan tahu bahwa minyak bumi itu, serta produk-produknya juga, tidak dapat terurai dan membusuk. Satu saja dari kalian makan ikan atau binatang laut lain yang sudah terkontaminasi minyak, maka minyak itu akan terbawa dalam kotorannya. Waktu kotoran yang mengandung minyak itu masuk ke bagianku di tanah, dia akan mencemari bagianku itu. Dan kalau kalian, karena tidak tahu, mengonsumsi air itu, racunnya juga akan masuk ke tubuhmu. Kemudian terbawa keluar melalui kotoranmu juga, masuk lagi ke bagianku di tanah, dan mencemari orang lain lagi, bahkan bukan tidak mungkin kalian sendiri juga kembali tercemar. Dan begitu seterusnya. Maka, bayangkan saja bagaimana cepatnya itu menyebar, dan bagaimana cepatnya itu menumpuk di tubuhmu!

Terakhir, manusia, aku ingin memberitahu kalian satu hal yang paling jarang kalian sadari, padahal itu merupakan fakta yang teramat mencolok. Apa yang selama ini kalian sebut “bencana” sejatinya bukanlah bencana sama sekali, melainkan kebodohan. Hal yang kumaksud itu ialah soal pemilihan tempat tinggal kalian. Kalian sering sekali dengan bodohnya membangun rumah dan menghuni daerah yang sebetulnya merupakan daerah aliranku. Pada waktu kemarau, kala aku sedang tidak berada di situ, kalian lalai dalam perhitungan. Sedangkan para hewan saja bisa tahu, sehingga mereka tidak mau bermukim di situ. Mengapa kalian, yang dikaruniai akal budi, bisa-bisanya tidak tahu? Bukan kalian tidak sanggup mencari tahu, tapi karena kalian malas mencari tahu! Cobalah ambil sedikit waktu untuk mengamati, maka kalian akan dapatkan bahwa pada musim hujan, keberadaanku di tempat itu akan melimpah-ruah. Akan tetapi, selama ini, saat aku singgah di tempat yang memang adalah wilayahku, kalian menjulukiku dengan istilah yang menyakitkan: “bencana” banjir! Benar, keadaan yang kalian alami itu adalah banjir, namun itu sedikit pun bukanlah bencana! Kalian berlaku seolah-olah korban yang tak bersalah, padahal sesungguhnya, kesalahan mutlak ada pada dirimu sendiri. Dan yang paling menyedihkan, kalian sebut itu “takdir Tuhan”, seakan kau melimpahkan kesalahan itu juga pada Tuhan, dan secara tidak langsung menyebutnya tega dan jahat. Bertobatlah, manusia! Insafilah! Kalian seharusnya menyelidiki dulu riwayat daerah itu sebelum memilihnya sebagai lokasi membangun rumah. Jadi kalian akan tahu bahwa sejak dari dulu-dulu pun itu adalah wilayah tempatku melimpah-limpah, sehingga kalian niscaya tidak bakal terkena “bencana” dan bencana sebenarnya, yakni kebodohan.

Menutup pesanku, wahai para anak manusia, kembali kuserukan ke dalam sanubari kalian: “Sadarlah dan bertobatlah!”. Ubahlah perilaku dan perlakuan kalian padaku. Ramahlah padaku! Sayangi aku! Karena, dengan demikian, kalian jadinya berlaku ramah dan menyayangi diri kalian sendiri.

2 komentar:

Disabilitas dan Pandangan Masyarakat Mengenainya mengatakan...

Baca juga tulisan saya mengenai disabilitas dan pandangan masyarakat:

"Disabilitas dan Pandangan Masyarakat Mengenainya" (http://samueledward.blogdetik.com/disabilitas-dan-pandangan-masyarakat-mengenainya/)

Unknown mengatakan...

silakan baca juga artikel saya tentang ultrabook terbaru :)