Jumat, 31 Mei 2013

Obat Generik Berlogo (OGB), Solusi Sehat Hidup Masyarakat Berkualitas


Kita semua kepingin yang terbaik. Kita mau punya hidup yang terbaik. Kita ingin menjadikan diri kita sebagai yang terbaik. Kita mendambakan yang terbaik untuk orang-orang terkasih. Dan kita pun memimpikan lingkungan yang terbaik.

Begitu pula dengan kesehatan. Kita semua tentu ingin senantiasa dalam keadaan sehat. Tapi kita juga tidak dapat memprediksi kapan penyakit akan menyerang. Dan bila itu terjadi, kita berupaya dengan segala cara yang mampu kita pikirkan dan lakukan supaya kita sesegera mungkin sembuh.

Untuk itu, kita mencari pengobatan yang terbaik, yang paling berkualitas. Memang, banyak sekali ragam terapi penyembuhan sekarang ini. Namun, tetap saja, porsi terbesar masih didominasi oleh terapi dengan pengonsumsian obat. Dan dari semua jenis obat, pilihan paling utama masih jatuh pada obat-obatan medikal. Orang pada umumnya menyebutnya juga sebagai obat-obatan kimiawi.

Obat jenis tersebut ada dua kelompok, yaitu obat paten dan obat generik. Belakangan, dunia medis dan farmasi Indonesia mulai memperkenalkan obat generik yang dinamakan Obat Generik Berlogo (OGB). Penamaan tersebut berdasarkan pencantuman logo pada kemasan atau strip obat, logo yang berupa lingkaran yang terbentuk dari garis-garis paralel horisontal berwarna hijau, dengan tulisan "GENERIK" di tengah-tengah lingkaran tersebut, sebagaimana tampak di bawah ini.

Sudah menjadi anggapan umum, agaknya, bahwa obat paten dinilai lebih bagus ketimbang obat generik. Anggapan tersebut sejatinya berangkat dari pra-asumsi yang masih sangat banyak dianut di kalangan masyarakat, khususnya di Indonesia, yakni "harga/uang tidak bohong"; maksudnya, semakin mahal sesuatu, semakin tinggi pula kualitasnya. Bukan hanya pasen yang masih memegang teguh pra-asumsi tersebut, namun para dokter pun demikian. Dalam kebanyakan kasus. Sedangkan dalam kasus-kasus "khusus", alasan dan latar belakang penyebab dokter keukeuh mempreskripsikan obat paten pun masih tetap bernuansa finansial.

Pra-asumsi tersebut menggiring proses kesembuhan ke arah fenomena "Efek Plasebo". Selain ketepatan pemberian jenis dan dosis obat, faktor yang juga sangat berperan, yang malah bisa dikatakan lebih besar peranannya, dalam penyembuhan adalah energi positif yang dikeluarkan dari dalam diri pasen sendiri. Karena begitu besar keyakinan sang pasen akan keampuhan obat paten, tubuhnya sendiri mengerahkan segenap kekuatan untuk bahu-membahu berjuang melawan penyakit, tanpa disadari orangnya sendiri. Itulah yang menyebabkannya cepat pulih. Menariknya, setelah itu, terjadi efek bola salju: keyakinannya pada obat paten jadi bertambah; dan keyakinan itu ia ceritakan kepada orang lain, yang kemudian juga menambah keyakinan sang pendengar pada kemanjuran obat paten.

Seandainya para pasen tahu bahwasanya kualitas dan khasiat obat generik tidak berbeda dengan obat paten, sudah pasti mereka akan memilih obat generik karena jauh lebih murah. Masalahnya, pengaruh pra-asumsi pada mekanisme mental manusia, termasuk dalam hal menentukan pilihan, bagaikan cengkeraman raksasa pada tikus. Sekali pra-asumsi bahwa yang mahal pasti lebih baik itu menguasai pemikiran, akan terus-menerus kuat dorongan pada telunjuk untuk jatuh pada obat paten setiap kali waktunya untuk memilih obat tiba, biarpun orang tersebut sudah benar-benar tahu kualitas sebenarnya dari obat generik. Dan itu terbukti pada diri sebagian dokter yang tetap menuliskan obat paten pada carik resepnya.

Keunggulan obat generik sebenarnya bukan hanya dalam hal kesetaraan mutunya dengan obat paten saja. Khusus di Indonesia, dengan adanya OGB, obat generik menjadi jauh lebih terjamin. Sebab, OGB ini bukan obat sembarangan. Pemerintah sudah menetapkan pembakuan atau pematokan perusahaan farmasi mana saja yang memproduksinya, standar produksinya, dan juga harga eceran tertingginya. Dengan demikian, peredarannya menjadi sangat terpantau dan terawasi. Di samping itu, implikasi lain dari adanya standardisasi produksi adalah terjaminnya kehalalan obat OGB tersebut. Singkatnya: OGB relatif jauh lebih rendah tingkat kerentanan terhadap ancaman pemalsuan, halal, dan murah. Sangat berani jika mau ditandingkan dengan obat paten, yang sebagian besar diproduksi perusahaan farmasi asing yang tidak terikat pertimbangan halal-tidak halal, yang sukar terpantau peredarannya, dan mahal. Karena itu, dapat disimpulkan, obat generik yang tergabung dalam golongan OGB ini jauh lebih mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi penggunanya.

Pertanyaannya, kembali, bagaimana segala keunggulan OGB tersebut dapat memberi pengaruh pada pilihan terhadapnya bagi orang-orang yang sudah terikat kuat oleh pra-asumsi mereka sendiri sehingga tetap saja memilih obat paten? Hanya satu cara. Kontinuitas. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, termasuk kepada para dokter, harus dilakukan secara kontinu, terus-menerus tanpa putus. Hanya kekuatan kontinuitas/pengulangan yang tak henti-hentilah yang dapat mengurangi dan bahkan memutuskan pengaruh pra-asumsi terhadap tindakan. Witing tresno jalaran soko kulino. Timbul cinta karena kebiasaan. Lihat saja bagaimana iklan dapat membelokkan selera orang dari satu produk kepada produk yang diiklankan. Dan simak saja betapa hebatnya latihan yang terus-menerus sehingga dapat membentuk refleks gerakan pada atlet, terutama atlet beladiri. Apalagi jika pengulangan itu dilakukan dengan frekuensi dan amplitudo yang tinggi. Semakin kerap sosialisasi dan edukasi, dan semakin tegas ditandaskan semua keunggulan, semakin cepat orang menjadi lebih sadar untuk memilih OGB. Iklan-iklan di semua media massa, baik cetak maupun elektronik dan juga internet, harus lebih digencarkan. Penyuluhan umum mendadak di rumah-rumah sakit, posyandu-posyandu, apotek-apotek, dan klinik-klinik seyogyanya diadakan secara rutin, dan lebih baik lagi jika frekuensinya lebih dekat dan sering. Simposium dan seminar juga perlu diadakan lebih sering dan lebih kontinu, sebab ini penting untuk menggugah kesadaran para dokter dan juga orang-orang dari kalangan menengah ke atas. Banner, flyer, dan brosur juga perlu dipasang lebih banyak di tempat-tempat umum seperti halte dan terminal bus dan busway, stasiun keretaapi, bandara, pelabuhan, pujasera, mal, selain tentunya di fasilitas kesehatan.

Dan dalam hal memilih OGB ini, saya sendiri sudah membuktikan keampuhan kontinuitas tersebut dalam beberapa kasus. Salah satunya, sekaligus pertama-tamanya, adalah terhadap diri saya sendiri. Saya jarang sekali sakit. Kalau kebetulan saya sedang tidak sehat dan terpaksa harus minum obat, setiap kali membeli obat, saya keras-keras mengingatkan diri sendiri akan keunggulan-keunggulan OGB seperti yang tertulis di atas. Kepada orangtua, keluarga, dan orang-orang tercinta lainnya pun saya melakukan hal yang sama. Awal-awalnya memang masih ada resistensi. Ibu, kekasih, saudara-saudara, dan sahabat-sahabat saya tetap "membandel" dengan obat patennya. Namun, karena saya terus-menerus omongkan kepada mereka kualitas OGB yang sama dengan obat paten berikut keuntungan-keuntungan yang akan didapat bila memilih obat tersebut, lama-lama mereka pun akhirnya terpengaruh. Sekarang, mereka sudah sering memilih OGB.

Dengan segala keunggulan tersebut, dan dengan didukung kontinuitas sosialisasi dan edukasinya kepada masyarakat, OGB dapat disebut sebagai solusi sehat hidup masyarakat berkualitas. Pertama-tama, OGB yang mutunya bagus, aman, dan murah sudah jelas menjadi solusi yang berkualitas bagi kesehatan hidup masyarakat. Akan tetapi, sebagai hasilnya, sehat yang didapatkan pun adalah sehat yang berkualitas juga, karena bahan-bahan dan proses produksi obatnya yang aman dan halal. Kesehatan yang sedemikian sudah pasti akan meningkatkan pula kualitas hidup masyarakat. Dan akhirnya, masyarakat dengan kualitas hidup yang baik dapat terwujud menjadi masyarakat yang berkualitas pula, apalagi dengan lebih meningkatnya kekuatan finansial karena dapat ditekannya beban pengeluaran untuk pengobatan menjadi serendah mungkin hasil dari murahnya OGB.

Tidak ada komentar: