Minggu, 31 Maret 2013

Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas

"Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas". Misi Kartunet yang bekerja sama dengan ASEAN Blogger Community dan didukung operator selular, XL Axiata, ini sungguh mulia, betul nggak? Semua orang memang punya hak yang sama. Termasuk untuk akses ke mana-mana.

"Semua orang" ya semua orang. Tua kek, muda kek, lelaki kek, perempuan kek, orang dewasa kek, anak-anak kek. Termasuk orang dengan disabilitas juga dong, ya kan! Mereka tuh manusia lho! Sama dengan orang-orang yang komplet-plet alat-alat tubuhnya, fungsi anggota badannya, juga mentalnya. Bukannya lantaran mereka punya kelengkapan tubuh dan fungsi yang beda dari kita, terus mereka jadi "setengah orang", apalagi sampai jadi "bukan manusia". Ih, jauh-jauhin deh paradigma kayak gitu! Memang kita mau diperlakukan beda? Nggak 'kan?! Nah, mereka juga. Makanya, kita kudu punya pola pikir yang memandang mereka sama saja dengan orang-orang lain.

Terus, "akses ke mana-mana". "Ke mana-mana" ya ke mana-mana. Maksudnya, masuk ke ruang publik manapun, ke tempat umum mana saja. Terutama yang memang jadi hak semua orang. Jalan raya, pedestrian (trotoar, istilah umumnya mah!), zebra cross, jembatan penyeberangan. Sarana angkutan umum, kayak bus, kereta-api, pesawat terbang, dan kapal laut. Terus juga prasarana angkutan, seperti halte, terminal, stasiun kereta, bandara, dan pelabuhan. Juga pasar (baik tradisional atau juga swalayan), rumah sakit, puskesmas, dan yang lain-lain. Pokoknya, semua fasilitas umum.

Yang namanya "akses", bukan cuma "boleh" masuk, pakai, numpang, atau naik doang. Nggak, nggak sebatas itu melulu pengertiannya! "Akses" itu mencakup juga "hak" yang lebih luas. Ya hak untuk dapatkan pelayanan semaksimal dan seoptimal mungkin, hak untuk nikmati semua kegunaan atau manfaat yang memang dimaksudkan dari alat atau tempat yang disediakan, tanpa "disunat" alias "terkorupsi" sedikit pun, alias hak buat mendapatkan optimalnya semua fasilitas, juga hak atas keamanan dan kenyamanan menyeluruh selama lagi pakai alat-alat atau tempat-tempat itu.

Wah, banyak maunya tuh! Barangkali, banyak orang pikir begitu. Oh, kagak lah! 'Kan semua yang disediakan itu namanya saja "fasilitas umum". Jadi, ya sudah hak semua orang buat "memiliki" semua fasilitas itu. Dan memang semua orang punya hak penuh untuk menggunakan semuanya. Malah, bukan cuma orang-orang yang jadi warganegara atau warga kota tempat fasilitas itu ada saja. Orang-orang yang bukan warganegara atau warga kota pun punya hak yang sama lho! Kalau nggak, namanya jadi bukan "fasilitas umum" dong, tapi mesti diganti jadi "fasilitas khusus warga"! Aneh 'kan?! Nah, terus, berhubung yang disediakan dan yang punya hak "pakai bin menikmati" fasilitas itu adalah orang, manusia, ya jelas lah, harus konsekuen! Manusia atau orang itu punya hak. Dan hak yang paling tinggi itu namanya hak asasi. Nggak ada siapapun atau apapun yang punya hak untuk mengurangi sedikitpun hak dan hak asasi orang lain! Kecuali Tuhan, pastinya! So, semua fasilitas itu kudu dijaga, biar semuanya berfungsi optimal, plus juga bermartabat. 'Kan yang pakainya itu manusia, dan manusia itu punya martabat. Jadi, barang-barang dan pelayanan yang kita terima juga harus bermartabat, supaya klop, iya 'kan? Kita semua mau ‘kan diperlakukan layak kayak begitu? Soalnya, kita semua, manusia siapapun, memang berhak atas keoptimalan fungsi, kinerja, sampai keindahan-kenyamanan seluruh fasilitas dan layanan publik. Kita semua ya kita semua. Sekali lagi, tanpa kecuali lho!

Sayang tapinya ya, kenyataan beda "bumi dari langit" dengan idealitas. Di kota Bandung nih, tempat aku tinggal, wah, jalan-jalannya mirip di bulan: banyak lobang, Kawan! Aku juga sering ke Jakarta, karena orangtuaku tinggal di sana. Apalagi, Sob! Yah, pasti kalian semua sudah pada tahu lah, gimana Jakarta itu. Belum lagi, di kedua kota itu, di trotoarnya banyak lobang yang di bawahnya itu got. Sebagian besar got atau saluran air itu cukup dalam. Mungkin lebih dari 1 meter. Lagian, yah, kalian tahu dong, mana ada yang namanya got itu airnya bersih! Penuh sampah dan (maaf ya!) kotoran manusia dan binatang iya! Nah, lobang-lobang itu nggak dikasih tutup. Bayangkan, apa nggak bahaya tuh?! Di Jakarta sih aku belum pernah mengalami celaka karena lobang-lobang itu. Tapi di Bandung sini, pernah tuh, waktu pertama kali datang, aku jatuh gara-gara lobang. Bukan di trotoar sih, tapi di jalan. Tapi lobang itu memang posisinya pas menempel di trotoar. Jadi, kalau pejalan kaki tidak melihatnya, apalagi kalau tertutup genangan air, bisa-bisa kayak aku, kena celaka! Untungnya (nah, inilah hebatnya orang Indonesia! Semua masih punya sisi "untung", hehe...!), itu bukan lobang yang di bawahnya got, tapi "cuma" jalanan bocel alias sompal. Tapi, tetap saja, "kawah"-"kawah" mini kayak gitu sangat mencelakakan. Aku bersyukur, waktu itu aku cuma jatuh ringan, jadi cuma kena lecet-lecet sedikit doang di tangan dan lutut. Waktu itu kejadiannya malam. Memang pas musim hujan juga, jadi lobang itu tertutup genangan. Tapi, nah ini satu masalah lagi, jalan itu gelap sekali, Sob! Nggak ada lampu jalan! Orang pejalan kaki paling-paling cuma terbantu sama lampu-lampu dari rumah-rumah dan gedung-gedung di sekitar. Itu juga 'kan samar, karena jauh dan nggak seberapa besar dayanya. Yah, Bandung itu memang jarang banget ada lampu jalan.

Nah, kurangnya lampu jalan kayak gitu juga mengurangi keoptimalan fungsi fasilitas umum, iya 'kan? Apalagi, keamanan dan kenyamanan jadi terancam karenanya. Terus juga, sampah-sampah. Banyak 'kan berceceran di trotoar, jalanan, angkutan umum, tempat-tempat umum, yang bikin kita jadi merasa tidak nyaman. Pandangan mata terganggu, nafas dan penciuman terganggu, kulit rasanya risih, selera makan apalagi. Apalagi, kalau ada sampah kulit pisang atau kantong plastik licin. Wah, itu juga bahkan bisa bikin celaka kalau terinjak, iya nggak?! Belum lagi dengan berjibunnya tukang-tukang jualan di sepanjang trotoar, bahkan yang sampai memakan bahu jalan, dan malah ada pasar yang sampai meluas ke tengah jalan juga! Aduh, aduh!! Kita merasa hak kita dilanggar ya, Teman?!

Wah, banyak deh kalau mau disebutkan satu persatu! Perlintasan rel kereta-api yang nggak ditutup palang dan nggak ada sinyal peringatan, kondisi kendaraan umum yang sudah nggak layak, sambungan pada lantai jembatan penyeberangan yang lepas-lepas sehingga bikin "doyot". Dan yang lain-lain lagi. Nggak enak ya? Tapi, barangkali kita lama-lama jadi kebal juga. Perbaikan yang nggak kunjung terwujud bikin kita jadi membentuk "kapalan" pada hati. Lama-lama itu semua kita anggap lumrah. Dan itu betul-betul disayangkan. Karena kita nggak peduli lagi jadinya. Apatis. Akhirnya, sudah kayak nggak ada lagi orang yang punya inisiatif buat memperbaiki. Atau, paling nggak, bersuara lah! Bersuara untuk mengingatkan, bersuara untuk menyadarkan. Ya mengingatkan diri kita sendiri kalau keadaan-keadaan itu sebetulnya salah, nggak benar, nggak baik. Ya menyadarkan diri kita sendiri terus kalau kita mestinya nggak jadi betah dengan semua itu, selalu gerah dan risih, supaya kita jadi ikut mikir, gimana solusinya.

Aku jadi kebayang, kalau aku dengan anggota dan fungsi tubuh relatif lengkap saja sudah nggak merasa aman dan nyaman, apalagi saudara-saudara kita yang menyandang disabilitas ya? Kalau aku yang bisa melihat saja sudah terancam bahaya dan malah sudah juga kena celaka, gimana dengan mereka yang punya disabilitas netra ya?

Yah, aku sih nggak mau sampai terjadi apa-apa sama anggota dan fungsi tubuhku. Ya, siapa juga yang mau kehilangan semua yang berharga itu. Setuju? Tapi, aku coba tempatkan diriku di posisi kaum disabilitas. Alangkah nggak tenangnya aku tiap kali mau keluar rumah! Di sana-sini aku terancam terperosok lobang kalau aku punya disabilitas penglihatan. Jalan di trotoar hampir pasti tabrak sana tabrak sini. Karena nyaris sudah nggak ada tempat lagi di trotoar, aku terpaksa jadi jalan di jalan raya. Biarpun di pinggiran, karena nggak mungkin juga 'kan aku mau jalan ke tengah jalan, tapi tetap saja berbahaya. Apalagi, bukannya nggak mungkin aku lama-lama melenceng, menjauh dari pinggir, terus makin lama makin ke tengah. Itu baru jalan biasa. Kalau mau nyeberang? Lebih susah lagi! Nggak tahu di mana zebra cross. Di mana jembatan penyeberangan, juga bingung carinya. Kalaupun tahu letaknya, nah, tetap saja, "gimana nyeberangnya?!" Wong kendaraan-kendaraan pada ngebut gitu! Yang mau bantu sekarang sudah jarang. Lagian, aku nggak boleh bergantung pada bantuan. Tapi, ya itu tadi, gimana cara mengaksesnya? Mau pakai jembatan penyeberangan, takutnya nanti sama kayak di jalan, kejeblos lobang, berhubung banyak lantai jembatan yang rusak dan menganga. Belum kalau masuk terminal atau bandara atau stasiun atau pelabuhan. Bingung cari loket. Lebih-lebih cari letak kereta-api atau kapal laut atau gerbang menuju pesawat yang kumaksud. Kalau tanya-tanya orang, pasti makan banyak waktu juga.

Lalu, kalau aku mengalami disabilitas pendengaran, gimana juga? Kalau aku lagi jalan kaki di pinggir jalan, berhubung nggak bisa di trotoar karena habis terpakai lapak-lapak jualan, aku nggak bisa dengar bunyi klakson dari kendaraan di belakang. Siapa tahu, kendaraan itu ngebut. Karena aku nggak dengar, aku jadinya nggak menghindar. Padahal, si pengendara pikir, aku bakal langsung menghindar begitu dia bunyikan klakson, jadi dia tetap saja tancap gas lurus. Waduh!!! Nggak mau bayangin lebih jauh deh!! Dan kalau aku misalnya mau naik kereta-api atau pesawat atau kapal laut, bisa-bisa nyaris selalu aku bakal ketinggalan. Masalahnya, kalau mereka mau berangkat, pasti ada pengumumannya lewat corong pengeras suara 'kan. Tapi gimana aku bisa tahu, wong aku nggak bisa dengar?!

Kemudian, gimana juga seandainya aku punya disabilitas daksa? Kalau tungkai-kakiku nggak berfungsi, gimana aku naik jembatan penyeberangan? Apalagi kalau aku pakai kursi roda. Pakai zebra cross? Bahaya! Susah sekali di zaman sekarang ini cari orang yang mau sabar menunggu orang dengan disabilitas daksa menyeberang. Jangankan itu, terhadap orang yang bisa berjalan normal saja kalau menyeberang nyaris tidak ada yang mau menggubris, tetap saja larikan kendaraan dengan kencang, tidak mau tunggu sampai si penyeberang tiba di seberang. Belum lagi kalau naik kendaraan umum. Gimana caranya aku masuk angkot? Gimana aku bisa naik ke atas bus atau kereta atau kapal laut? Gimana aku menaiki tangga pesawat? Apalagi kalau aku pakai kursi roda?! Pintu-pintu kendaraan, apalagi angkot, bus, dan kereta-api, bisa dipastikan nggak akan muat dilewati kursi roda.

Tapi, kita kudu adil juga, Sob! Ada juga sih fasilitas umum yang agak mendingan. Di satu-dua lampu merah, baik di Bandung maupun Jakarta, aku pernah mendapati rambu dan lampu pengatur lalu-lintas yang memberi isyarat supaya pengendara mengutamakan para penyeberang jalan yang menyandang disabilitas, meski, yah, sedihnya, kita tahu sendiri 'kan, sedikit banget yang menaati. Yang mungkin agak mencolok itu toilet-toilet yang ada di tempat-tempat dan fasilitas-fasilitas umum. Mal-mal, rumah-rumah sakit, hotel-hotel, dan pesawat sudah banyak melengkapi toiletnya dengan yang bisa diakses penyandang disabilitas dan orang-orang berkebutuhan khusus lainnya, terutama disabilitas daksa dan lansia. Bus Trans-Jakarta juga mengisyaratkan supaya kaum penyandang disabilitas, lansia, dan wanita hamil diprioritaskan buat mendapatkan tempat duduk, biarpun, sekali lagi, mirisnya, masih sedikit sekali dipatuhi.

Tapi nggak apa-apa! Itu sudah modal yang bagus. Kita mesti mati-matian berusaha menjaga supaya yang sudah sangat sedikit itu jangan sampai hilang. Malah, kita kudu berjuang buat meningkatkan lagi. Terus dan terus lagi. Biar jumlahnya bertambah, jenis-jenisnya juga semakin beragam, dan kualitasnya juga makin membaik. Dan yang paling penting, bagaimana supaya pelanggaran, penyalahgunaan, dan penyia-nyiaan terhadap semua kebaikan itu bisa makin sedikit sampai jadi hilang sama sekali.

Aku membayangkan, di Indonesia ini, bahkan di seluruh dunia, jalan-jalan raya semuanya mulus, nggak ada lobang-lobang, malahan yang kasar-kasar dan rigi-rigi sedikit juga nggak ada. Juga semua trotoar begitu. Mulus plus bebas pedagang dan lapak dagangan, karena semua pedagang jualan di lokasinya yang khusus, nggak liar dan bertebaran sembarangan. Nggak ada sampah di manapun, apalagi yang sampai membahayakan pejalan kaki kayak kulit pisang dan plastik licin. Drainase-drainase berjalan bagus sekali, jadi nggak ada lagi genangan air pas musim hujan, apalagi banjir. Nggak ada lobang-lobang bekas galian menganga, semuanya ditutupi rapat-rapat. Lampu-lampu jalan bercahaya terang banyak berjejer di pinggir jalan-jalan, semuanya berfungsi baik, jadi di waktu malam, jalan-jalan terang, nggak berbahaya buat dilewati.

Aku juga bayangkan, semua perlintasan rel kereta punya palang pembatas, sinyalnya berbunyi kencang, ada petugas di semua tempat itu, dan semua peralatan berfungsi sebagaimana mestinya. Jembatan penyeberangan mulus lantainya, nggak ada lobang dan celah sedikitpun, bahkan dilengkapi sama semacam eskalator buat naik-turun. Di semua lampu merah dan zebra cross, ada lampu pengatur penyeberangan, yang kasih waktu cukup lama buat penyeberang jalan menyeberang tanpa kudu buru-buru; semua pengendara juga patuh, nggak ada yang nyerobot waktu orang lagi menyeberang; malah kalau perlu, ada semacam palang yang bisa otomatis naik dari bawah jalanan waktu lampu lagi menyala hijau untuk penyeberang, terus turun otomatis juga kembali ke balik aspal pas lampu penyeberang menyala merah, supaya nggak ada pengendara bandel yang ngeloyor terus waktu penyeberang lagi dikasih waktu buat menyeberang. Dan di tempat-tempat penyeberangan itu, bahkan juga di jembatan penyeberangan, ada pengeras suara yang memberi tanda berupa suara bicara orang atau bunyi sinyal tertentu, yang menandakan dengan jelas di mana tepatnya tempat penyeberangan itu, juga memberitahu kapan orang boleh menyeberang, kapan penyeberang harus menunggu, dan berapa detik lagi kesempatan orang buat menyeberang.

Terus, aku bayangkan lagi, di stasiun-stasiun kereta-api, terminal-terminal bus, pelabuhan-pelabuhan, dan bandara-bandara ada banyak papan digital, yang menyala terang dengan tulisan besar-besar yang memberitahu kalau ada bus, kereta, kapal, atau pesawat yang mau berangkat, berapa menit lagi berangkatnya, dan di mana naiknya. Selain itu, berbarengan dengan munculnya tulisan itu, ada juga suara lewat pengeras suara di dekat papan digital itu, yang kata-katanya pas sama dengan tulisan yang ada di papan digital. Tangga menuju pesawat dan kapal laut juga dilengkapi semacam eskalator, atau juga elevator (lift), dan pintu-pintu pesawat dan kapal dibuat dua kali lebih lebar supaya kursi roda bisa masuk.

Wah!! Aku baru membayangkan beberapa saja. Barangkali ada di antara kalian yang bisa tambahkan? Coba, kalau yang aku bayangkan itu saja bisa benar-benar jadi kenyataan! Betapa jauh lebih aman dan nyamannya kita! Terutama saudara-saudara kita yang menyandang disabilitas! Penyandang disabilitas netra bisa tahu di mana tempat penyeberangan dan bisa menyeberang dengan aman. Juga bisa naik kendaraan apapun tanpa takut. Penyandang disabilitas rungu nggak bakalan terlambat atau ketinggalan kendaraan. Penyandang disabilitas daksa dan kaum lansia juga bisa mengakses jembatan penyeberangan dan tangga kapal/pesawat dengan gampang, juga bisa menyeberang dengan tenang. Pokoknya, banyak membantu deh! Apalagi, dengan tambahan-tambahan dari ide kalian!

Semua itu bukan idealisme kosong lho! Bukan utopia juga. Semua itu membumi kok! Nggak mustahil. Yang penting, kitanya ada niat dan kemauan apa kagak. Kita semuanya, tanpa kecuali, mau ikut berperan dan berpartisipasi mewujudkan itu apa nggak. Toh, itu semua 'kan buat kita-kita juga, juga buat semua orangtua, saudara, sanak-famili, teman, orang terdekat, pacar, suami, isteri, dan siapapun juga yang kita kasihi, yang mungkin punya disabilitas. Caranya? Yang terutama, kita kudu ikut jaga dan rawat baik-baik fasilitas umum. Peduli lah, tapi jangan terlalu sedikit juga pedulinya. Apalagi sampai ikut-ikutan merusak, wah, kita wajib mengharamkan itu! Kalau kita lihat ada yang mulai rusak, mulai nggak optimal fungsi dan tampilannya, kita laporkan ke dinas terkait. Tapi kalau kita sendiri bisa tangani, kita punya kemampuan, kenapa nggak langsung saja kita yang perbaiki, iya 'kan? Terus juga, kita mesti peduli sama sesama. Terutama pada kaum dengan disabilitas dan lansia. Bantu mereka menyeberang kek, bantu kasih tahu kek kalau kita tahu ada penyandang disabilitas rungu yang lagi menunggu pesawat dan ternyata pesawatnya sudah mau berangkat. Ya, yang semacam itulah. Kemudian, kalau kita berjualan, kita kudu cari tempat yang memang dimaksudkan buat jualan. Jangan deh kepikiran buat jualan di trotoar, karena selain itu melanggar peraturan, melanggar hak orang lain, keselamatan kita sendiri juga jadi terancam lho, iya 'kan? Dan kalau kita punya wewenang, kita jadi pejabat, bikin deh semua fasilitas yang keren, yang bukan cuma berfungsi normal saja, tapi juga bermartabat, semaksimal mungkin kasih kemudahan dan kenyamanan buat orang banyak. 'Kan kita juga yang nikmati, betul? Bukan pakai uang kita sendiri ini toh? Jadi, kenapa keberatan? Juga buat bikin anggaran perbaikan, itu kudu tuh. Kita, yang punya jabatan dan kekuasaan, wajib punya planning bukan cuma buat bikin atau beli sesuatu fasilitas, tapi juga buat pemeliharaannya. Juga harus rajin banget ngecek ke lapangan, bagaimana kondisi fasilitas, soalnya kita mesti pastikan semua itu tetap optimal fungsi dan estetikanya.

Pokoknya, kesimpulannya, kita semua harus ikut ambil peran dan bagian. Sekali lagi, ini 'kan buat kita sendiri dan para kekasih kita, juga buat sesama kita, manusia, iya 'kan? Dengan menulis kayak gini, ikut Kartunet kampanye aksesibilitas tanpa batas bersama ASEAN Blogger Community dan XL Axiata lewat tulisan kayak gini, berarti kita juga sudah ikut ambil satu peran. Kalau bisa sih, lebih lagi sumbangsih kita. Supaya semua orang, tanpa satupun terkecuali, penyandang disabilitas atau bukan, bisa menikmati "menjadi manusia", istilah kerennya, lewat kondisi aksesibilitas tanpa batas itu. Amin!!!

Aku mau. Kamu??

2 komentar:

Wong Ndablek mengatakan...

mantap reviewnya sob.. kita harus dukung terus aksesibilitas tanpa batas...

Unknown mengatakan...

silakan baca juga artikel saya tentang ultrabook terbaru :)